Ah sialan. Di mana? Bokep Suara yang kukenal, itu kan suara yang meminta aku menutup kaca angkot. Sengaja kuperlihatkan agar ia dapat melihatnya. Ke bawah: Tidak. Kini pindah ke paha sebelah kanan. Ayo..!“Mbak.., pahaku masih sakit nih..!” kataku memelas, ya sebagai alasan juga mengapa aku masih bertahan duduk di tepi dipan.Ia berjongkok mengambil sapu tangan. Aku duduk di tepi dipan. Wanita muda itu sudah keluar sejak melempar celana pijit. Langkahku semangat lagi. Tapi kakiku saja yang seperti memagari tubuhnya. Lalu dikocok-kocok sebentar. Aku jelas mendengarnya dari sini.Kembali ruangan sepi. Tunggu apa lagi. Mengapa kancing baju cuma tujuh?Hah, aku ada ide: toh masih ada kancing di bagian lengan, kalau belum cukup kancing Bapak-bapak di sebelahku juga bisa. Tidak akan hadir kesempatan ketiga. Aku menurut saja. Mobil melaju. Ia malah melengos. Mulutnya persis di depan Junior hanya beberapa jari. Membuka celanaku dan bajuku lalu gantung di kapstok. Kalau kini aku berani pasti karena dadanya terbuka, pasti karena peluhnya yang membasahi leher, pasti karena aku terlalu terbuai lamunan. Eh bisa juga wanita setengah baya ini ramah kepadaku.Lalu ia membersihkan pahaku sebelah kiri, ke pangkal paha. Turun tidak, turun tidak, aku hitung kancing. Jendela kubuka. Hap. Ia membersihkan punggungku dengan handuk hangat. Ke bawah lagi: Hah habis kancingku habis. Aku masih mematung. Pijitan turun ke perut. Ia menikmati, tangannya mengocok Junior.“Besar ya..?” ujarnya.Aku makin bersemangat, makin membara,
