Aku terkesiap menyaksikan zakar anak tiriku itu, yang memang jauh lebih “tinggi tegap” daripada penis ayahnya. Lewat jam sepuluh malam, aku sudah rebahan di atas tempat tidur, dengan mengenakan kimono yang terbuat dari bahan sejenis handuk.Saat itu aku membelakangi pintu kamarku, dengan kimono yang sengaja kubuka lebar, sehingga kalau Prima masuk nanti…pastilah ia bisa melihat paha dan celana dalam putihku. Bokep indo “Hihihiii…iya…tapi tadi kamu belum lihat ini kan ?” kataku sambil menjauhkan kedua telapak tanganku dari kemaluanku. “Taulah…soalnya sejak saat itu kamu suka bermurung-murung dan jarang bicara.”
“Iya Bunda…tebakan Bunda benar…”
“Nah…sekarang bunda mau diapain kalau sudah begini ?” tanyaku sambil menciumi pipinya. Tidak jarangnya Kang Eman mengurusi bisnisnya di berbagai kota yang jauh dari kotaku, terkadang membikinku kesepian. Tanpa keraguan lagi, ketika Prima tampak baru pulang kuliah, kupanggil ia ke ruang depan. Juga pada waktu kuhidangkan steak buatanku sendiri, dirinya kelihatan bangga punya istri yang “trampil” seperti aku ini. Sampai pada suatu saat ia merangkul leherku sambil menyembunyikan mukanya dengan merapatkan pipinya ke pipiku,
“Bundaaa…oooh…sa…saya udah…udah sampai….” Dan…creeet….crooot…crooot…craaaat… cret..cret..cret….air mani Prima menyemprot-nyemprot perutku. Aku bahagia juga dapat menyenangkan Kang Eman yang begitu menyayangiku. Maka kututupi kemaluanku, lalu menghadap ke arah Prima yang telanjang juga,
“Bunda lagi telanjang, sayang.”
“Kan tadi juga Bunda telanjang ?!” sahut Prima sambil memegang kedua pangkal lenganku.