Berbahaya sebenarnya. Sebentar lagi.., hampir..! Entah kenapa Sari mau saja kuganggu. Kadang ditelusuri dari ujung ke pangkal, kadang berhenti agak lama di “leher”. Celanaku terasa sesak. Kulepas tanganku dari “susu segar” Sari, aku belok kiri. “Buka kancingnya Sar..” Sari menurut, dengan agak susah ia membuka kancing, menarik ritsluiting celanaku dan “mengambil” penisku yang telah keras tegang.Beberapa menit kami bergumul dengan cara begini. Tanganku kembali ke pahanya, bahkan terus ke atas meraba CD-nya. “Udah malem.., Mas.., Lain kali aja ya?”, Aku mulai jengkel. Dielus-elus.Tempat terdekat yang sudah kukenal adalah Hotel “Kh”, sedikit di bawah Lembang. Sari melepaskan ciuman, bangkit, memeriksa sekeliling. Beberapa tahun lalu ketika perusahaan tempatku bekerja mendapatkan kontrak suatu proyek pada sebuah BUMN besar di Bandung, selama setahun aku ngantor di gedung megah kantor pusat BUMN itu. Gelap dan sepi. Sari menarik perhatianku karena paha mulusnya “diobral”. Oohh.., sedapnya lidah itu mengkilik-kilik leher dan kepala kelaminku. Kulepas tanganku dari “susu segar” Sari, aku belok kiri. Sampai ketika ujung jariku mulai masuk ke “pintu” vaginanya, Sari berontak, bangkit, lagi-lagi men-cek keadaan. Mendingan minum susu Sari aja..”. “Jangan khawatir.., aman”, kataku.
