Tanpa diminta pun, aku akan dengan senang hati melakukan itu. Entah siapa yang memulai, kami lalu berciuman bibir. ayooo… genjot Vaaannn..!” teriak Tante Ning saat merasakan batang kejantananku mulai menikam-nikam liar vaginanya. Tante Ning hanya berpegangan pada kedua tanganku yang terus meremas-remas sepasang buah dadanya. Aku menurut, kupejamkan mataku. Jadi, kukira wajar kalau akhirnya affair itu terjadi. Aku tidak berani membalas tatapan matanya. Itu makanya aku jadi senang. Wajahnya semakin dekat, aku jadi semakin tidak berani mengangkat wajah. Aku menelentang saja sembari meremas-remas toket montoknya yang bergelantungan terkontal-kantil. Bulat, montok, masih sangat kencang walaupun dia sudah beranak satu. Berulang kali jemariku memilin-milin gemas puting-puting susu Tante Ning secara bergantian, kiri dan kanan. Sampai akhirnya kulihat Tante Ning menurunkan celana dalamnya sendiri. Akibatnya, tahun itu aku tidak naik kelas. Tante Ning juga. Tante Ning tidak canggung-canggung lagi memeluk pinggangku bila kami berboncengan naik motor. Dengan ganas aku menyedot-nyedot puting payudaranya yang kini mengeras dan membengkak. Dengan sok gentle, aku memeluk tubuhnya yang telanjang dari belakang. Entah kenapa, tahu-tahu “anu”ku berdiri lagi. Jantungku semakin bergemuruh. Bibirku dilumatnya kembali, lalu lidahnya menjulur-julur menjilat-jilat. Sementara tangan kanannya mengocok-ngocok batang kejantananku, sedang jemari tangan kirinya meremas-remas buah kemaluanku. Dia kursus sore hari dan pulangnya sudah agak malam, sekitar jam 8.
