lalu bagaimana Kakek? Tidak kupedulikan lagi bahwa kursi dan meja reyot yg kami gunakan semakin kuat bergoyg dan berderak-derak. Si Juminten sekarang mengangkat kepalanya, raut wajahnya tampak sangat gelisah. Matanya tertutup rapat dan mulutnya juga terkatup rapat. Syukurlah. Sambil menghisap, lidahku tetap dgn aktif menjilati kelentit itu sementara tanganku terus mengelus elus daerah bawah kemaluannya, kadang-kadang jariku menyelusup ke lobang kemaluannya yg terasa semakin lama semakin basah.Juminten sama sekali sudah lepas kontrol. Mulutku menyedot-nyedot barang indah itu dgn bernafsu, dan lidahku menari-nari di putingnya. “Tenang Cah Sara..tenang.. Juminten tampak sangat bingung, hampir semenit dia berdiri terpaku dgn berkata apapun. Namun yg ini, sungguh lezat, legit dan super sempit. Dia mulai terangsang.“Bagaimana rasanya, Cah Sara?” bisikku. Coba kamu duduk di meja ini”. Agak sakit mungkin Cah Sara, tidak apa-apa ya?” kataku penuh rasa sayg dan kasihan. Si wanita itu pelan-pelan berdiri, dan dgn takzim berjalan kearahku. Rambut-rambut itu belum mampu menutupi belahan kemaluannya yg berwarna kemerahan, tampak agak nyempluk (menonjol) ke depan.Haduuh biyuung.. Akhirnya aku tertarik juga. Kugesek-gesek kepala jagoanku ke kelentitnya. Namun akhirnya dia menghela nafas, dan mengulangi perkataannya tadi:
“inggih Kakek, kulo nderek” dan dgn cepat ia membuka kaitan branya, dan sebelum kain itu jatuh ke lantai dia melanjutkan membuka celana dalamnya.