Akhirnya aku duduk kembali.“Dik, kamu pacaran sama Nita ya?” tanya Sarah setelah ruangan sepi, tinggal kami berdua. Seorang wanita dengan gaya bersetubuh yang begitu lembut dan penuh perasaan. Aku merebahku tubuhku yang terasa lemas di samping Mbak Indah, sambil memandanginya yang asyik mengusap meratakan spermaku di tubuhnya.“Hampir lupa ya?” lagi-lagi hidungku jadi sasarannya waktu Mbak Indah mengucapkan kata-kata itu.***
Selama di bus dalam perjalanan pulang aku memejamkan mata sambil mengingat-ingat pengalaman yang baru saja ku dapat dari Mbak Indah. Aku makin bersemangat saja, mulutku makin rajin menggarap toketnya sebelah kanan dan kiri bergantian. Belum sempat aku membalas ciumannya, Mbak Indah sudah bangkit dan bergeser ke samping. Setelah itu dia berjalan ke belakang ke arah kamar mandi.“Mbak,” Mbak Indah berhenti dan menoleh mendengar panggilanku. Dia tersenyum yang diteruskan mencium bibirku dengan lembut. Desisan Mbak Indah makin panjang, dan sempat ku lirik matanya masih terpejam. Tangannya menggenggam rudalku, didorong sedikit ke samping dengan lembut, sementara lidahnya terus mempermainkan pusarku. Akhirnya aku membuat gerakan seperti biasa, seperti yang biasa kulakukan pada tante Ani atau Nita. Aku mulai lancar menggoda Mbak Indah.Hampir jam 10 malam kami baru keluar dari mall. Ada sekitar 5 detik dia diam saja dalam posisi seperti itu. Ah, seandainya tidak aku tidak ke rumah Sarah, pasti aku sudah melayang bareng Nita.Saat Sarah ke toilet, Mbak Indah mendekatiku.“Heh, awas kamu jangan macem-macem sama Sarah!”