Lidahnya tak melewatkan seincipun batang kemaluanku. “Mau makan jagung?”, tanyanya. Aku melayang. Tempat ini memang biasa macet. Saatnya segera tiba. “Kamu sendiri deh”. Kadang bibirnya berperan sebagai “bibir” bawahnya, menjepit sambil naik-turun. Singkatnya, Sari bersedia kuajak “jalan-jalan” setelah jam kerjanya, pukul 5 sore. “Jangan.., Mas.., banyak orang..”
“Makanya.., kita cari tempat, ya..”
Sari berberes sementara aku menstart mobil. Pada hari yang telah disepakati, Sari akan menunggu di jalan “D” pukul 17.10. Tangannya memijit-mijit penisku (dari luar). Sampai di perempatan aku harus ambil keputusan mau ke mana? Kantorku di lantai 3, di lantai 1 gedung ini terdapat sebuah toko milik koperasi pegawai BUMN ini yang menyediakan kebutuhan sehari-hari, mirip swalayan kecil. Tangannya memijit-mijit penisku (dari luar). Aku menyetir dengan posisi penisku tetap terbuka tegang. Lebih baik mampir dulu buat minum sambil mengatur taktik. Dielus-elus.Tempat terdekat yang sudah kukenal adalah Hotel “Kh”, sedikit di bawah Lembang. Makan “jagung”-mu.Kuperiksa keadaan sekeliling mobil. Walaupun jam kerja resmiku sampai pukul 17, tapi aku jarang bisa pulang tepat waktu. Ada untungnya juga jalanan macet. Sari memang pintar berimprovisasi. “Ayolah.., Sar, sebentar aja, sekali aja..”. entar ada orang”. “Dicepetin.., Sar..”. Aku jadi punya niat mengganggunya (dan tentu saja ingin menyetubuhinya) setelah tahu bahwa Sari ternyata genit dan omongannya “nyrempet-nyrempet”. Letak tempat kerjanya tak jauh dari kantor itu.